Sabtu, 22 Maret 2014

materi sensor





http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/termokopel.jpeg?w=570
Transduser Termokopel
Berasal dari kata “Thermo” yang berarti energi panas dan “Couple”yang berarti pertemuan dari dua buah benda. Termokopel adalah transduser aktif suhu yang tersusun dari dua buah logam berbeda dengan titik pembacaan pada pertemuan kedua logam dan titik yang lain sebagai outputnya.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/seebeck-termokopel.jpg?w=570
Sebuah termokopel terdiri dari dua buah kawat yang kedua ujungnya disambung sehingga menghasilkan suatu open-circuit voltage sebagai fungsi dari suhu, diketahui sebagai tegangan termolistrik atau disebut dengan seebeck voltage, yang ditemukan oleh Thomas Seebeck pada 1921.           Hubungan antara tegangan dan pengaruhnya terhadap suhu masing-masing titik pertemuan dua buah kawat adalah linear. Walaupun begitu, untuk perubahan suhu yang sangat kecil, tegangan pun akan terpengaruh secara linear, atau dirumuskan sebagai   berikut :
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/termokopel.jpg?w=570
dengan ΔV adalah perubahan tegangan, S adalah koefisien seebeck, dan ΔT adalah perubahan suhu. Nilai S akan berubah dengan perubahan suhu, yang berdampak pada nilai keluaran berupa tegangan termokopel tersebut, dan nilai S akan bersifat non-linear di atas rentang tegangan dari termokopel tersebut.
Termokopel diberi tanda dengan hurup besar yang mengindikasikan komposisinya berdasar pada aturan American National Standard Institute (ANSI), seperti dibawah ini :
Tabel Sifat dari beberapa tipe termokopel pada 250C
Tipe
Material( + dan -)
Temp.Kerja(0C)
Sensitivitas(µV/0C)
E
Ni-Cr dan Cu-Ni
-270 ~ 1000
60.9
J
Fe dan Cu-Ni
-210 ~ 1200
51.7
K
Ni-Cr dan Ni-Al
-270 ~ 1350
40.6
T
Cu dan Cu-Ni
-270 ~ 400
40.6
R
Pt dan Pt(87%)-Rh(13%)
-50 ~ 1750
6
S
Pt dan Pt(90%)-Rh(10%)
-50 ~ 1750
6
B
Pt(70%)-h(30%)dan Pt(94%)-Rh(6%)
-50 ~ 1750
6
Rangkaian Pengkondisi sinyal
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/rangkaian_pengkondisi_termokopel.jpg?w=570&h=223
Rangkaian pengkondisi sinyal  berfungsi untuk mengolah sinyal dari transduser termokopel berupa tegangan yang cukup kecil menjadi tegangan yang lebih besar, sehingga output dari rangkaian ini dapat dibaca oleh untai Analog Digital Converter (ADC).
Rangkaian signal conditioning terbagi dalam 3 blok fungsi:
a)                  Low pass Filter
Termokopel yang terlalu panjang bisa menangkap sinyal liar layaknya sebuah antenna, karena output dari termokopel merupakan sinyal berfrekuensi rendah, perlu dipasang sebuah filter untuk menghilangkan sinyal frekuensi tinggi yang tidak lain adalah noise. R4, R5, C1, dan C2 adalah komponen penyusun low pass filter yang memiliki frekuensi cut off sekitar 3Hz. Diode zener D1 dan D3 digunakan untuk membatasi input yang masuk ke rangkaian. Resistor pull up 1MΩ berfungsi sebagai pengaman pada saat termokopel putus / tidak terhubung, karena saat termokopel tidak terhubung input rangkaian signal conditioning menjadi besar sehingga pemanas tidak akan menyala bila alat ini digunakan sebagai pengendali suhu.
b)                  Penguat tingkat I
Penguat Tingkat I adalah rangkaian non Inverting OP-AMP menggunakan IC OP 07. Kami memilih penguat jenis non inverting dengan pertimbangan penguat non Inverting memiliki impedansi masukan yang sangat tinggi dan impedansi keluaran yang rendah, selain itu sinyal input dari termokopel sebanding dengan kenaikan suhu. Didalam rangkaian ini terdapat 2 buah potensiometer. R3 sebagai Zero adjustment, berfungsi untuk mengatur besar kecilnya tegangan offset keluaran. Tegangan offset adalah tegangan yang timbul pada keluaran saat nilai inputannya nol. Tegangan ini digunakan untuk menentukan suhu terendah yang bisa dibaca alat ukur ini. R10 sebagai Gain Adjustment, berfungsi untuk mengatur besar penguatan pada tingkat ini, dengan menganggap tegangan offset = 0V, besar penguatannya adalah seperti berikut:
penguatan saat potensiometer posisi minimal:
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/1.jpg?w=570
penguatan saat potensiometer posisi maksimal
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/2.jpg?w=570

c)                  penguat tingkat II
Penguat tingkat II juga menggunakan penguat Non Inverting  sama seperti menguat tingkat I. Op Amp yang digunakan adalah LF 353 Pada penguat ini nilai gain adalah tetap yaitu sebesar :
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/3.jpg?w=570
Selanjutnya bila rangkaian di analisis secara keseluruhan, rangkaian signal conditioning memiliki penguatan sebesar:
Penguatan saat potensiometer posisi minimal
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/4.jpg?w=570
Penguatan saat potensiometer posisi maksimal
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/5.jpg?w=570
Besarnya penguatan rangkaian signal conditioning adalah 210 – 279 kali. Sedangkan tegangan outputnya sebesar:
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/6.jpg?w=570
Merancang Catu daya DC Kembar (Plus dan Minus)
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/rangkaian_catu_daya.jpg?w=570&h=267

Salah satu bagian terpenting dalam rangkaian elektronika ialah untai catu daya, rangkaian ini yang menjadi sumber tegangan dan arus dari alat yang kita gunakan, kestabilan dan ketahanan catudaya sangatlah penting, selain itu keamanan dari rancangan catu daya juga tidak lah penting, banyak kejadian konsleting akibat daya tahan dari catu daya tersebut  yang tiadak baik… nach pada artikel kali ini kami mencoba menshare salah satu cara pembuatan catu daya kembar, yang dapat bertegangan pada teganagan  -9v dan +9v dan +5v dengan mengutamakan  kemanan dan kestabilan catudaya.
Secara singkat penjelasan dari blok rancangan catu daya tersebut ialah sebagai berikut:
Tegangan jala jala 220V AC (misal dari PLN) diturunkan menjadi tegangan 12 ct 12 AC oleh transformator 300mA, selanjutnya diubah menjadi tegangan DC oleh Dioda Bridge 1A dan diperhalus oleh C 1000uF. Tegangan ini kemudian diregulasi oleh IC 7805, 7809, dan 7909 agar outputnya sebesar yang diharapkan. Adapun hal yang perlu diperhatikan dari merancang tegangan regulasi menggunakan IC78xx ialah karakteristik dari IC78xx sebagai berikut:
Tipe
Vout (V)
Iout (A)
Vin (V)
78XXC
78LXX
78MXX
Min
Max
7805
5
1
0,1
0,5
7,5
20
7806
6
1
0,1
0,5
8,6
21
7808
8
1
0,1
0,5
10,6
23
7809
9
1
0,1
0,5
11,7
24
7810
10
1
0,1
0,5
12,7
25
7812
12
1
0,1
0,5
14,8
27
7815
15
1
0,1
0,5
18
30
7818
18
1
0,1
0,5
21
33
7824
24
1
0,1
0,5
27,3
38
Voice Record/Playback Storage Device ISD 25120
Information Storage Device (ISD) seri 25120 Chip Corder merupakan peralatan yang dirancang untuk merekam dan memutar ulang suara dalam satu chip.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/05/diagram-blok-isd.jpg?w=570&h=244
Gambar Diagram blok IC ISD25120
IC ISD 25120 mempunyai beberapa perlengkapan didalamnya, antara lain osilator internal, mikropon pre-amplifier, automatic gain control, tapis perata dan speaker amplifier (penguat speaker).

Struktur PIN ISD25120

http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/05/susunan-pin.jpg?w=570
Konfigurasi pin sebagai berikut:
  1. Ax/Mx (Address/Mode Inputs). Alamat/mode masukan mempunyai dua fungsi tergantung pada logika dari dua Most Significant Bits (MBS) yang terdapat pada pin alamat (A8 dan A9). Jika salah satu atau kedua MBS berlogika rendah, seluruh pin masukan diterjemahkan sebagai bit alamat dan digunakan sebagai awal alamat pada saat siklus rekam atau putar ulang. Pin alamat hanya sebagai pin masukan dan bukan merupakan keluaran dari alamat internal selama operasi.
  2. AUX IN (Auxillary Input). Masukan auxillary dikuatkan melalui pin keluaran amplifier dan pin keluaran speaker ketika CE berkondisi tinggi, P/R tinggi dan putar ulang pada saat ini tidak aktif atau jika komponen dalam kondisi putar ulang overflow.
  3. VSSA, VSSD (Ground). Komponen ISD25120 dilengkapi dengan ground analog dan ground digital. Pin-pin tersebut harus dihubungkan terpisah melalui sebuah bagian impedansi rendah ke ground catu daya.
  4. SP+/SP- (Speaker Output). Semua komponen dalam ISD25120 terdapat sebuah chip driver speaker, yang mampu men-driver 50 mW dalan 16Ω dari AUX IN (12,2 mW dari memori).
  5. VCCA,VCCD (Sumber Tegangan). Untuk mengurangi noise, rangkaian analog dan digital pada komponen ISD25120 digunakan sumber tegangan yang terpisah. Jalur sumber tegangan yang keluar ke pin dibedakan. Jika hanya menggunakan sebuah sumber tegangan, maka harus di-couple dengan kapasitor.
  6. MIC (Microphone). Pin mikropon memindahkan sinyal masukan ke dalam chip preamplifier. Rangkaian Automatic Gain Control (AGC) di dalam chip mengontrol penguatan preamplifier dari -15 hingga +24dB. Mikropon luar harus dikopeling dengan kapasitor ke dalam pin mikropon ini.
  7. MIC REF (Microphone Reference). Masukan MIC REF adalah masukan inverting ke penguat mikropon.
  8. AGC (Automatic Gain Control). Kegunaan dari AGC adalah untuk menambah atau mengurangi secara otomatis penguatan (gain) dari preamplifier, dan juga meluaskan batas dari sinyal masukan yang dapat digunakan oleh mikropon tanpa terjadi distorsi. AGC ini dapat secara dinamis meluaskan batas dari suara yang terekam dari suara bisikan sampai suara yang keras. Untuk menggunakan fasilitas AGC ini, resistor dan kapasitor luar (eksternal) harus dihubungkan secara paralel antara pin AGC dengan ground.
  9. ANA IN (Analog Input). Kapasitor eksternal (luar) yang menghubungkan antara ANA IN dan ANA OUT. Nilai dari kapasitor luar, dengan impedansi masukan 3 KΩ dari ANA IN, dapat dipilih untuk memberikan keadaan cutoff pada frekuensi rendah.
  10. OVF (Overflow). Sinyal ini berlogika rendah pada akhir dari memori IC, mengindikasikan bahwa komponen telah penuh dan pesan telah overflow. Keluaran OVF kemudian diikuti masukan CE selama pulsa PD direset. Pin ini dapat dugunakan untuk penggunaan beberapa komponen ISD25120 lebih dari satu untuk meningkatkan durasi rekam dan putar ulang.
  11. CE (Chip Enable). Pin masukan CE dikondisikan rendah untuk memperbolehkan seluruh operasi putar ulang dan rekam. Pin alamat dan pin P/R dikunci oleh tebing turun dari CE. CE mempunyai fungsi tambahan dalam mode operasional Push-Button.
  12. PD (Power Down). Ketika tidak ada operasi rekam atau putar ulang, pin PD harus di pull-up untuk menempatkan pada kondisi standby. Ketika kondisi overflow, PD harus di kondisikan tinggi untuk mereset alamat pointer kembali ke awal memori.
  13. EOM (End Of Message). Sebuah tanda akan dimasukkan secara otomatis pada akhir setiap pesan yang direkam. Tanda ini akan ada sampai akhir pesan yang direkam. EOM menguluarkan pulsa rendah untuk sebuah periode dari akhir setiap pesan.
  14. XCLK (External Clock). Pin masukan clock eksternal mempunyai sebuah perlengkapan pull-down internal. Perlengkapan ini dikonfigurasi pada pabrik dengan suatu pengambilan contoh clock internal frekuensi tengah hingga ± 1% dari spesifikasi.

Rangkaian komparator LM393

LM393 adalah Komparator yang di dalamnya terdapat dua Komparator tegangan yang independent. Komparator ini didesain dapat beroperasi pada single power supply dengan tegangan dari 2 sampai 36 volt. Blok diagram internalnya terlihat di Gambar 1.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/09/komparator-lm393.jpg?w=570
Gambar 1. Blok Diagram Internal LM393
Alasan menggunakan komparator ini karena komparator ini dapat beroperasi tanpa catu daya negatif. Selain itu komparator ini dapat bekerja hanya dengan tegangan 5 volt. Tegangan 5 volt merupakan catu daya yang biasa digunakan mikrokontroler sehingga catu daya dapat diambilkan dari catu daya mikrokontroler apabila sistem yang dibuat menggunakan mikrokontroler.
Komparator LM393 menggunakan output open collector yaitu bagian kolektor dari transistornya tidak dihubungkan tegangan positif sedangkan emitornya terhubung ke ground. Transistor yang dirangkai sebagai open collector terlihat di Gambar 2. Outputnya biasanya dihubungkan dengan resistor pull up untuk menahan output high saat transistor OFF. Saat transistor ON arus singking melewati transitor. Besarnya arus sinking ini tergantung besarnya resistor pull up.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/09/transistor-open-collector.jpg?w=570
Gambar 2. Transistor yang dirangkai sebagai open collector

 

Transistor Sebagai Saklar

Penggunaan transistor sebagai saklar artinya mengoperasikan transistor pada salah satu kondisi yaitu saturasi atau cut off. Jika sebuah transistor berada dalam keadaan saturasi maka transistor berlaku seperti saklar tertutup antara kolektor dan emiter. Jika transistor cut off transistor berlaku seperti saklar terbuka.
Gambar di bawah menunjukkan salah satu contoh pengunaan sebuah transistor sebagai saklar beserta garis beban dc. Pengaturan on-off transistor dengan mengatur level tegangan pada basis transistor tersebut. Jika arus basis lebih besar atau sama dengan arus basis saat saturasi, titik kerja transistor berada pada ujung atas garis beban dc, dalam kondisi ini transistor berlaku sebagai saklar tertutup. Sebaliknya jika arus basis nol, titik kerja transistor berada pada titik ( P ) dalam kondisi ini transistor berlaku sebagai saklar terbuka.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/titik-kerja-transistor.jpg?w=570
Gambar Titik Kerja Transistor
Karakteristik Kolektor Transistor
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/karakteristik-kolektor.jpg?w=570
Gambar Kurva Karakteristik Kolektor Transistor

Kurva karakteristik kolektor merelasikan IC dan VCE dengan IB sebagai parameter. Parameter-parameter transistor tidaklah konstan, meskipun tipe sama namun parameter dapat berbeda. Kurva kolektor terbagi menjadi tiga daerah yaitu jenuh, aktif dan cut- off.
Daerah jenuh (saturasi) adalah daerah dengan VCE kurang dari tegangan lutut (knee) VK. Daerah jenuh terjadi bila sambungan emiter dan sambungan basis berprasikap maju. Pada daerah jenuh arus kolektor tidak bergantung pada nilai IB. Tegangan jenuh kolektor – emiter, VCE(sat) untuk transistor silikon adalah 0,2 volt sedangkan untuk transistor germanium adalah 0,1 volt.
Daerah aktif adalah antara tegangan lutut VK dan tegangan dadal (break down) VBR serta di atas IBICO. Daerah aktif terjadi bila sambungan emiter diberi prasikap maju dan sambungan kolektor diberi prasikap balik. Pada daerah aktif arus kolektor sebanding dengan arus balik. Penguatan sinyal masukan menjadi sinyal keluaran terjadi pada saat aktif.
Daerah cut-off (putus) terletak dibawah IB = ICO. Sambungan emiter dan sambungan kolektor berprasikap balik. Pada daerah ini IE = 0 ; IC = ICO = IB.

Merancang Rangkaian Sensor Garis

Sensor garis sering digunakan pada robot line follower (robot pengikut garis), digunakan juga sebagai pendeteksi objek dengan permukaan bidang pantul yang kontras…. nach pada blog ini dijelaskan bagaimana cara mendesain sensor garis tersebut menggunakan sensor photodiode. Selain menggunakan photodiode dapat juga dirancang dengan menggunakan phototranssistor, infra red, dan masih banyak laennya.
Sensor photodiode adalah salah satu jenis sensor peka cahaya (photodetector). Photodiode akan mengalirkan arus yang membentuk fungsi linear terhadap intensitas cahaya yang diterima. Arus ini umumnya teratur terhadap power density (Dp). Perbandingan antara arus keluaran dengan power density disebut sebagai current responsitivity. Arus yang dimaksud adalah arus bocor ketika photodiode tersebut disinari dan dalam keadaan dipanjar mundur.
Hubungan antara keluaran sensor photodiode dengan intensitas cahaya yang diterimanya ketika dipanjar mundur adalah membentuk suatu fungsi yang linier. Hubungan antara keluaran sensor photodiode dengan intensitas cahaya ditunjukkan pada Gambar berikut.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/photodiode.jpg?w=570
Gambar Hubungan keluaran photodiode dengan intensitas cahaya
Mekanisme Perancangan Sensor Garis
LED superbright berfungsi sebagai pengirim cahaya ke garis untuk dipantulkan lalu dibaca oleh sensor photodiode. Sifat dari warna putih (permukaan terang) yang memantulkan cahaya dan warna hitam (permukaan gelap) yang tidak memantulkan cahaya digunakan dalam aplikasi ini. Gambar dibawah ini adalah ilustrasi mekanisme sensor garis.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/mekanisme-sensor-garis.jpg?w=570
Gambar Ilustrasi mekanisme sensor garis
Prinsip Kerja Sensor
Pada rancangan sensor photodiode dibawah ini, nilai resistansinya akan berkurang bila terkena cahaya dan bekerja pada kondisi riverse bias. Untuk pemberi pantulan cahayanya digunakan LED superbright, komponen ini mempunyai cahaya yang sangat terang, sehingga cukup untuk mensuplai pantulan cahaya ke photodiode. Berikut ini prinsip dan gambaran kerja dari sensor photodiode.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/sensor-garis.jpg?w=570
Gambar Sensor photodiode tidak terkena cahaya
Saat photodiode tidak terkena cahaya, maka nilai resistansinya akan besar atau dapat diasumsikan tak hingga. Sehingga tidak ada arus bocor yang mengalir menuju komparator.





http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/sensor-garis2.jpg?w=570
Gambar Sensor photodiode terkena cahaya
Saat photodiode terkena cahaya, maka photodiode akan bersifat sebagai sumber tegangan dan nilai resistansinya akan menjadi kecil, sehingga akan ada arus bocor yang mengalir ke komparator.

SCR (silicon-controlled-rectifier)

Telah dibahas pada blog ini, bahwa untuk membuat tiristor menjadi ON adalah dengan memberi arus triger lapisan P yang dekat dengan katoda. Yaitu dengan membuat kaki gate pada tiristor PNPN seperti di Gambar 1a. Karena letaknya yang dekat dengan katoda, pin gate dapat juga disebut pin gate katoda (cathode gate). Seperti inilah SCR dibuat dan simbol SCR digambarkan seperti Gambar 1b. SCR dalam banyak literatur disebut Tiristor saja.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/09/struktur-scr.jpg?w=570
Gambar 1. Struktur SCR
Melalui kaki (pin) gate tersebut komponen ini memungkinkan ditriger menjadi ON, yaitu dengan memberi arus gate. Ternyata dengan memberi arus gate Ig yang semakin besar dapat menurunkan tegangan breakover (Vbo) sebuah SCR. Tegangan ini adalah tegangan minimum yang diperlukan SCR untuk menjadi ON. Pada nilai arus gate tertentu, ternyata akan membuat SCR menjadi ON. Bahkan dengan tegangan forward yang kecil sekalipun misalnya 1 volt saja atau lebih kecil lagi. Kurva tegangan dan arus sebuah SCR terlihat di Gambar 2.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/09/kurva-karakteristik-scr.jpg?w=570
Gambar 2. Karakteristik kurva I-V SCR
Pada Gambar 2. tertera tegangan breakover Vbo, yang jika tegangan forward SCR mencapai titik ini, maka SCR akan ON. Lebih penting lagi adalah arus Ig yang dapat menyebabkan tegangan Vbo turun menjadi lebih kecil. Pada Gambar 2.5 ditunjukkan beberapa arus Ig dan korelasinya terhadap tegangan breakover. Pada datasheet SCR, arus triger gate ini sering ditulis dengan notasi IGT (gate trigger current). Pada Gambar 2.5 ditunjukkan juga arus Ih yaitu arus holding yang mempertahankan SCR tetap ON. Jadi agar SCR tetap ON maka arus forward dari anoda menuju katoda harus berada di atas parameter ini.
Sejauh ini yang dikemukakan adalah bagaimana membuat SCR menjadi ON. Pada kenyataannya, sekali SCR mencapai keadaan ON maka selamanya akan ON, walaupun tegangan gate dilepas atau di short ke katoda. Satu-satunya cara untuk membuat SCR menjadi OFF adalah dengan membuat arus anoda-katoda turun dibawah arus Ih (holding current). Pada Gambar 2. kurva I-V SCR, jika arus forward berada dibawah titik Ih, maka SCR kembali pada keadaan OFF. Berapa besar arus holding ini, umumnya ada di dalam datasheet SCR.
Cara membuat SCR menjadi OFF tersebut adalah sama saja dengan menurunkan tegangan anoda-katoda ke titik nol. Karena inilah SCR atau tiristor pada umumnya tidak cocok digunakan untuk aplikasi DC. Komponen ini lebih banyak digunakan untuk aplikasi-aplikasi tegangan AC, dimana SCR dapat OFF pada saat gelombang tegangan AC berada di titik nol.
Ada satu parameter penting lain SCR, yaitu VGT. Parameter ini adalah tegangan triger pada gate yang menyebabkab SCR ON. Kalau dilihat dari model tiristor, tegangan ini adalah tegangan Vbe pada transistor Q2. VGT seperti halnya Vbe, besarnya kira-kira 0.7 volt. Seperti contoh rangkaian di Gambar 2.6 berikut ini sebuah SCR diketahui memiliki IGT = 10 mA dan VGT = 0,7 volt. Maka dapat dihitung tegangan Vin yang diperlukan agar SCR ini ON adalah sebesar :
Vin = Vr + VGT
Vin = IGT(R) + VGT = 4,9 volt
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/09/sample-rangkaian-scr.jpg?w=570
Gambar 3. Rangkaian SCR

Karakteristik Tiristor

Tiristor berakar kata dari bahasa Yunani yang berarti ‘pintu’. Dinamakan demikian barangkali karena sifat komponen ini yang mirip dengan pintu yang dapat dibuka dan ditutup untuk melewatkan arus listrik. Ada beberapa komponen yang termasuk tiristor antara lain PUT (programmable uni-junction transistor), UJT (uni-junction transistor), GTO (gate turn off switch), photo SCR, Triac dan Diac.
Struktur Tiristor
Ciri-ciri utama sebuah tiristor adalah komponen yang terbuat dari bahan semikonduktor silikon. Walaupun bahannya sama, tetapi struktur P-N junction yang dimilikinya lebih kompleks dibanding transistor bipolar atau MOS. Komponen tiristor lebih digunakan sebagai saklar (switch) daripada sebagai penguat arus atau tegangan seperti halnya transistor.
Struktur tiristor ditunjukkan berikut ini:
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/09/struktur-trisistor.jpg?w=570
Gambar 1. Struktur Tiristor
Struktur dasar tiristor adalah struktur 4 layer PNPN seperti yang ditunjukkan di Gambar 2.1a. Jika dipilah, struktur ini dapat dilihat sebagai dua buah struktur junction PNP dan NPN yang tersambung di tengah seperti di Gambar 1b. Ini tidak lain adalah dua buah transistor PNP dan NPN yang tersambung pada masing-masing kolektor dan basis. Jika divisualisasikan sebagai transistor Q1 dan Q2, maka struktur tiristor ini dapat diperlihatkan seperti di Gambar 2.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/09/visualisasi-trisistor.jpg?w=570
Gambar 2 Visualisasi Tiristor dengan Transistor
Terlihat di sini bahwa kolektor transistor Q1 tersambung pada basis transistor Q2 dan sebaliknya kolektor transistor Q2 tersambung pada basis transistor Q1. Rangkaian transistor yang demikian menunjukkan adanya loop penguatan arus di bagian tengah. Dimana diketahui bahwa Ic = b Ib, yaitu arus kolektor adalah penguatan arus basis.
Jika ada arus sebesar Ib yang mengalir pada basis transistor Q2, maka akan ada arus Ic yang mengalir pada kolektor Q2. Arus kolektor ini merupakan arus basis Ib pada transistor Q1, sehingga akan muncul penguatan pada arus kolektor transistor Q1. Arus kolektor transistor Q1 tidak lain adalah arus basis bagi transistor Q2. Demikian seterusnya sehingga makin lama sambungan PN dari tiristor ini di bagian tengah akan mengecil dan hilang. Tertinggal hanyalah lapisan P dan N dibagian luar.
Jika keadaan ini tercapai, maka struktur yang demikian tidak lain adalah struktur dioda PN (anoda-katoda) yang sudah dikenal. Pada saat yang demikian, disebut bahwa tiristor dalam keadaan ON dan dapat mengalirkan arus dari anoda menuju katoda seperti layaknya sebuah dioda.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/09/trisistor-diberi-tegangan.jpg?w=570
Gambar 3. Tiristor diberi tegangan
Jika pada tiristor ini diberi beban lampu DC dan diberi supplay tegangan dari nol sampai tegangan tertentu seperti di Gambar 3. Ketika tegangan dinaikkan dari nol maka lampu akan tetap padam karena lapisan N-P yang ada ditengah akan mendapatkan reverse-bias (teori dioda). Pada saat ini disebut tiristor dalam keadaan OFF karena tidak ada arus yang dapat

mengalir atau sangat kecil sekali. Arus tidak dapat mengalir sampai pada suatu tegangan reverse-bias tertentu yang menyebabkan sambungan NP ini jenuh dan hilang. Tegangan ini disebut tegangan breakdown dan pada saat itu arus mulai dapat mengalir melewati tiristor sebagaimana dioda umumnya. Pada tiristor tegangan ini disebut tegangan breakover Vbo.

Dekoder 74LS47 untuk seven segment

Dekoder driver 74LS47 merupakan IC TTL yang mempunyai input 4 bit yaitu A, B, C, dan D serta 3 input ekstra RBI, RBO, LT. Ketiga input ekstra tersebut diaktifkan oleh suatu level rendah. Bilangan BCD tersebut dikodekan sehingga membentuk kode seven segmen yang akan menyalakan ruas-ruas yang sesuai pada peraga LED di dalamnya.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/09/74ls47.jpg?w=570
Gambar IC Dekoder 74LS47
Input lamp test (LT) akan menyalakan setiap segmen untuk melihat apakah segmen-segmen tersebut beroperasi. Selanjutnya Ripple Blanking Input RBI akan mematikan semua segmen bila rangkaian diaktifkan. Berikut ini adalah bentuk tampilan yang bisa ditampilkan oleh display seven segmen :
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/09/numerical-seven-segment.jpg?w=570Gambar Bentuk Tampilan 7 segmen
Dari gambar diatas bisa diketahui bahwa hanya sebagian kecil saja dari karakter yang dapat ditampilkan oleh display 7 segmen. Cara mendapatkan bentuk tampilan seperti pada gambar diatas diketahui dari table kebenaran dekoder 74LS47 berikut :
Table Table Kebenaran dari Dekoder 74LS47
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/09/tabel-kebenaran-ic-74ls47.jpg?w=570&h=332
Aplikasi decoder 74LS47 pada seven segmet:
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/09/aplikasi-decoder-74ls47.jpg?w=570&h=282

Resistor sebagai Pembagi Tegangan

Resitor merupakan komponen pasif yang bersifat menghambat. Selain fungsi menghambat resistor juga memiliki fungsi pembagi tegangan. Rangkaian pembagi tegangan yang disusun dengan resistor terlihat seperti Gambar 1.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/09/pembagi-tegangan.jpg?w=570
Gambar 1. Rangkaian pembagi tegangan
Besarnya Vout memenuhi persamaan:
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/09/rumus-pembagi-tegangan.jpg?w=570
Rangkaian pembagi tegangan di atas menghasilkan Vout yang konstan. Untuk mendapatkan nilai Vout yang dapat diatur tegangannya maka rangkaian di atas dapat diubah dengan sebuah potensiometer. Gambar potensiometer sebagai pembagi tegangan terlihat seperti Gambar 2.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/09/potensiometer.jpg?w=570
Gambar 2. Potensiometer sebagai pembagi tegangan

Driver Motor DC pada Robot Beroda dengan Konfigurasi H-BRIDGE MOSFET

Teori Motor DC:
Motor DC adalah piranti elektronik yang mengubah energi listrik menjadi energi mekanik berupa gerak rotasi. Pada motor DC terdapat jangkar dengan satu atau lebih kumparan terpisah. Tiap kumparan berujung pada cincin belah (komutator). Dengan adanya insulator antara komutator, cincin belah dapat berperan sebagai saklar kutub ganda (double pole, double throw switch). Motor DC bekerja berdasarkan prinsip gaya Lorentz, yang menyatakan ketika sebuah konduktor beraliran arus diletakkan dalam medan magnet, maka sebuah gaya (yang dikenal dengan gaya Lorentz) akan tercipta secara ortogonal diantara arah medan magnet dan arah aliran arus. Mekanisme ini diperlihatkan pada Gambar berikut ini.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2011/12/mekanisme-kerja-motor-dcmagnet-permanen.jpg?w=570
Bagan mekanisme kerja motor DC magnet permanen
Motor DC yang digunakan pada robot beroda umumnya adalah motor DC dengan magnet permanen. Motor DC jenis ini memiliki dua buah magnet permanen sehingga timbul medan magnet di antara kedua magnet tersebut. Di dalam medan magnet inilah jangkar/rotor berputar. Jangkar yang terletak di tengah motor memiliki jumlah kutub yang ganjil dan pada setiap kutubnya terdapat  lilitan. Lilitan ini terhubung  ke area kontak yang disebut komutator. Sikat  (brushes)  yang terhubung ke kutub positif dan negatif motor memberikan daya ke lilitan sedemikian rupa sehingga kutub yang satu akan ditolak oleh magnet permanen yang berada di dekatnya, sedangkan lilitan lain akan ditarik ke magnet permanen yang lain sehingga menyebabkan jangkar berputar. Ketika jangkar berputar, komutator mengubah lilitan yang mendapat pengaruh polaritas medan magnet sehingga jangkar akan terus berputar selama kutub positif dan negatif motor diberi daya. Kecepatan putar motor DC (N) dirumuskan dengan Persamaan berikut.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2011/12/rumus-kecepatan-motor-dc.jpg?w=449&h=153
Pengendalian kecepatan putar motor DC dapat dilakukan dengan mengatur besar tegangan terminal motor VTM. Metode lain yang biasa digunakan untuk mengendalikan kecepatan motor DC adalah dengan teknik modulasi lebar pulsa atau Pulse Width Modulation (PWM).
Teori H-Bridge MOSFET:
H-bridge adalah sebuah perangkat keras berupa rangkaian yang berfungsi untuk menggerakkan motor.  Rangkaian ini diberi nama H-bridge karena bentuk rangkaiannya yang menyerupai huruf H seperti pada Gambar berikut.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2011/12/konfigurasi-mosfet.jpg?w=570Konfigurasi H-Bridge MOSFET
Rangkaian ini terdiri dari dua buah MOSFET kanal P dan dua buah MOSFET kanal N. Prinsip kerja rangkaian ini adalah dengan mengatur mati-hidupnya ke empat MOSFET tersebut. Huruf M pada gambar adalah motor DC yang akan dikendalikan.  Bagian atas rangkaian akan dihubungkan dengan sumber daya kutub positif, sedangkan bagian bawah rangkaian akan dihubungkan dengan sumber daya kutub negatif. Pada saat MOSFET A dan MOSFET D on sedangkan MOSFET B dan MOSFET C off, maka sisi kiri dari gambar motor akan terhubung dengan kutub positif dari catu daya, sedangkan sisi sebelah kanan motor akan terhubung dengan kutub negatif dari catu daya sehingga motor akan bergerak searah jarum jam dijelaskan pada Gambar berikut.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2011/12/mosfet-1.jpg?w=570H-bridgekonfigurasi MOSFET A&D on, B&C off
 Sebaliknya,  jika MOSFET B dan MOSFET C on sedangkan MOSFET A dan MOSFET D off, maka sisi kanan motor akan terhubung dengan kutub positif dari catu daya sedangkan sisi kiri motor akan terhubung dengan kutub negatif dari catu daya. Maka motor akan bergerak berlawanan arah jarum jam dijelaskan pada Gambar berikut.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2011/12/mosfet-2.jpg?w=570H-bridgekonfigurasi MOSFET A&D off, B&C on
Konfigurasi lainnya adalah apabila  MOSFET A dan MOSFET B sedangkan MOSFET C dan MOSFET D off. Konfigurasi ini akan menyebabkan sisi kiri dan kanan motor terhubung pada kutub yang sama yaitu kutub positif sehingga tidak ada perbedaan tegangan diantara dua buah polaritas motor, sehingga motor akan diam. Konfigurasi seperti ini disebut dengan konfigurasi break. Begitu pula jika MOSFET C dan MOSFET D saklar on, sedangkan MOSFET A dan MOSFET C off, kedua polaritas motor akan terhubung pada kutub negatif dari catu daya.Maka tidak ada perbedaan tegangan pada kedua polaritas motor, dan motor akan diam. Konfigurasi yang harus dihindari adalah pada saat MOSFET A dan MOSFET C on  secara bersamaan atau MOSFET B dan MOSFET D on  secara bersamaan. Pada konfigurasi ini akan terjadi hubungan arus singkat antara kutub positif catu daya dengan kutub negatif catu daya.
Konfigurasi Pengujian H-bridge MOSFET
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2011/12/pengujian-mosfet.jpg?w=428&h=156
Nah temen2 udah baca teorinya diataskan… sip semoga temen2 faham ^_^. Oke deh ni dia ane share rangkaian skematic driver motor DC MOSFET yang ane gunakan pada robot ane.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2011/12/skematik-mosfet.jpg?w=456&h=304
Transistor jenis Mosfet dipilih karena transistor ini terkenal karena kesanggupan dilalui arus  yang relatif besar jika  dibandingkan dengan transistor lain, serta memiliki daya disipasi yang kecil. Sehingga Transistor ini dapat menghemat pemakaian daya. Sisi masukan  tegangan  rendah dengan sisi tegangan motor dipisahkan dengan optocoupler. Ground untuk tegangan motor dan tegangan rendah juga dipisahkan. Hal ini dimaksudkan untuk memproteksi pengendali dari arus besar  yang mungkin terjadi apabila ada komponen pada tegangan besar yang mengalami kerusakan.

Membuat Zero Detector

Zero Detector
Bagian ini berfungsi untuk mendeteksi sinyal AC saat mengalami tegangan nol volt (saat zero). Proses pendeteksiannya dengan menggunakan komparator. Komparator yang digunakan adalah LM393. Komparator ini termasuk jenis Low Power Low Offset Voltage Dual Comparator. Outputnya menggunakan open collector. Rangkaian komparator ini dirangkai berdasarkan rangkaian yang terdapat pada penjelasan datasheet-nya. Rancangan rangkaiannya ialah sebagai berikut:
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/09/rangkaian-zero-detector.jpg?w=570
Gambar Rangkaian Zero Detector
Prinsip kerjanya dengan membandingkan tegangan AC terhadap tegangan referensi yang dihubungkan ke ground (0 volt). Masukan AC berasal dari trafo step down yang sudah diturunkan lagi dengan resistor pembagi tegangan.


Saat fase positif komparator akan menghasilkan output high (Vcc) dan saat fase negatif komparator akan menghasilkan output low (0 volt). Jadi outputnya adalah gelombang kotak dengan frekuensi sesuai dengan frekuensi AC-nya yaitu 50 Hz.
Pada saat Positive Going Transition (PGT) atau Negative Going Transition (NGT) inilah saat terjadi zero. PGT atau NGT inilah yang dibaca oleh mikrokontroler sebagai zero.

Karakteristik Triac

Struktur Triac sebenarnya adalah sama dengan dua buah SCR namun arahnya bolak-balik dan kedua gate-nya disatukan. Triac yang digunakan dalam penelitian ini adalah seri BT13X. Simbol Triac ditunjukkan di Gambar 1. Triac biasa juga disebut tiristor bi-directional.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/09/simbol-triac.jpg?w=570
Gambar 1. Simbol Triac
Triac bekerja mirip seperti SCR yang paralel bolak-balik, sehingga dapat melewatkan arus dua arah. Kurva karakteristik jika dilihat dari arus dan tegangannya terlihat di Gambar 2.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/09/kurva-karakteristik-triac.jpg?w=570
Gambar 2. Karakteristik kurva I-V Triac
Pada datasheet akan lebih detail diberikan besar parameter-parameter seperti Vbo dan -Vbo, lalu IGT dan -IGT, Ih serta -Ih dan sebagainya. Umumnya besar parameter ini simetris antara yang plus dan yang minus. Dalam perhitungan desain, dapat dianggap parameter ini simetris sehingga lebih mudah dihitung.
MOC302X
MOC302X adalah driver Triac yang didalamnya menggunakan isolasi optis (optocoupler). Driver ini menjembatani sinyal triger yang berasal dari kontroler yang umumnya memiliki level tegangan dan arus kecil dengan bagian beban yang memiliki tegangan dan arus yang relatif tinggi. Skema dalam MOC302X ini terlihat di Gambar 3.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/09/moc302x.jpg?w=570
Gambar 3. Skema dalam MOC302X
Komponen ini memiliki 6 kaki dengan 2 kaki yang tidak digunakan. Kaki anoda (1) dihubungkan ke Vcc, kaki katoda (2) dihubungkan dengan pulsa triger yang active low. Fungsi triger dengan active low ini adalah untuk menghindari kontroler melakukan sourcing (mengeluarkan arus) sehingga tidak membebani kontroler yang umumnya hanya mampu mengeluarkan arus yang sangat kecil. Kaki 4 dan 6 dihubungkan dengan beban. Kaki 3 dan 5 tidak digunakan. Rangkaiannya terlihat seperti Gambar 4.
http://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/09/rangkaian-dasar-moc302x.jpg?w=570
Gambar 4. Rangkaian dasar MOC302X
Pada saat ada pulsa low di kaki 2 maka dioda dalam MOC302X akan memancarkan cahaya sehingga arus dari beban dapat mengalir dari kaki 6 melalui driver dan keluar melalui kaki 4 yang akan mentriger kaki gate Triac yang bersangkutan. Pada saat itulah Triac dalam keadaan ON sehingga dapat mengalirkan daya sesuai dengan waktu firing-nya.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar